Saling Lempar Tanggung Jawab Mengawasi Advokat Asing
Senada dengan itu, Supriatna Anwar, ditemui selepas shalat Jum'at (24/8). Kepala Humas Ditjen Imigrasi itu menyatakan PERADI sebagai wadah advokat seharusnya aktif melapor. Yang lebih tahu advokat kan PERADI, kita tidak tahu orang per orang, tegas pria yang biasa disapa Pak Cecep ini.
Menurut Pak Cecep, adanya laporan masyarakat justru mempermudah pemeriksaan dilakukan. Kalau ada laporan kita bisa melakukan penyelidikan, tegasnya. Penyelidikan ini, lanjutnya, akan dilakukan oleh Tim Sipora (Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing). Personilnya, tidak hanya dari pihak imigrasi, juga melibatkan kepolisian. Syaratnya, data yang diberikan harus jelas. Kita (imigrasi) kan punya intelijen, jadi tinggal jalan saja, katanya.
Ketika ditanya, ada oknum yang melakukan sidak untuk memeras, Pak Cecep dengan geram mengatakan, Laporkan sekalian, biar kita sikat, tegasnya.
Namun demikian, Pak Cecep menuturkan upaya menindak advokat terbang tidak bisa dilakukan sendiri oleh Dirjen Imigrasi. Harus ada kerja sama dengan instansi terkait, katanya sambil tersenyum. Pasalnya, imigrasi tidak bisa selalu bertindak aktif untuk mengawasi orang asing. Sementara, saat ini, orang asing bisa masuk dengan menggunakan visa on travel. Akibatnya, imigrasi tidak bisa mengawasi setiap kegiatan orang asing tersebut. Tugas kita kan tidak hanya mengawasi. Imigrasi banyak pekerjaan lain, katanya sambil ngeloyor pergi.
Juni lalu, sejumlah advokat dipimpin Teguh Samudera menyambangi Ditjen AHU Dephukham, meminta agar Pemerintah menindak tegas advokat asing yang menjalankan profesi secara ilegal di Indonesia. Advokat Indonesia banyak yang gerah karena advokat asing yang menjalankan profesi jauh lebih banyak dibanding yang mendapatkan rekomendasi dari Peradi atau izin dari Dephukham.
Globalisasi
Tak semua advokat nasional mengecam kehadiran advokat asing. Menurut Firman Wijaya, seorang advokat yang berkantor di Jakarta, globalisasi meniscayakan kehadiran advokat asing. Gencarnya globalisasi, dimana batas-batas negara semakin kabur dan perusahaan multinasional kian berkembang, advokat asing semakin sulit dibendung.
Perusahaan-perusahaan multinasional belum tentu merasa cocok menggunakan advokat lokal. Bisa saja mereka lebih lebih cocok menggunakan advokat asing, ujarnya. Kehadiran advokat asing, kata Firman, justeru memberi nilai tambah bagi advokat nasional dimana mereka bisa bergaul dalam skala internasional. Yang paling penting adalah bagaimana mengatur secara detail advokat manca negara tersebut.
Meskipun demikian, Firman sepakat dengan langkah tegas pemerintah dan organisasi advokat yang menjalankan praktek di Indonesia dengan cara-cara yang melanggar aturan. Ia berharap agar organisasi advokat bisa memberi peringatan kepada kantor pengacara yang menggunakan jasa advokat asing secara ilegal.
Mencari advokat asing yang ‘nakal' memang seperti mencari lubang di antara jerami. Mereka eksis, tapi sulit dilacak. Padahal, eksistensi mereka cukup ‘menggangu'. Tidak hanya melanggar hukum, tapi bisa merugikan negara. Pasalnya, hak negara untuk mendapat penghasilan lewat pajak jadi menguap. Begitulah pandangan yang selama ini berkembang.
Sayang, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sendiri sebagai organisasi advokat tidak memiliki data pasti jumlah dan identitas advokat ‘nakal' tersebut. Ketua PERADI, Otto Hasibuan, justru mengusulkan agar pihak imigrasi segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap advokat terbang.
Ditemui di Jakarta, Senin (27/8), Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Basyir Barmawi menanggapi usul Peradi secara datar. Imigrasi memang itu bertugas mengawasi orang asing yang ada di sini (Indonesia).
Tetapi, Basyir menambahkan, tugas pengawasan merupakan kegiatan rutin dari imigrasi. Bukan karena ada permintaan dari PERADI saja, kata Basyir. Menurutnya, imigrasi tidak berwenang menindak orang asing yang menyalahgunakan izin tenaga kerja. Itu tugas Depnakertrans (Departemen Tenaga Kerja dan Trnasmigrasi), jelasnya.
Hanya, imigrasi memiliki wewenang untuk menindak orang asing yang menyalahgunakan izin tinggalnya di Indonesia. Masyarakat yang mengetahui hal tersebut bisa melaporkan ke imigrasi, jelas Basyir.
Senada dengan itu, Supriatna Anwar, ditemui selepas shalat Jum'at (24/8). Kepala Humas Ditjen Imigrasi itu menyatakan PERADI sebagai wadah advokat seharusnya aktif melapor. Yang lebih tahu advokat kan PERADI, kita tidak tahu orang per orang, tegas pria yang biasa disapa Pak Cecep ini.
Menurut Pak Cecep, adanya laporan masyarakat justru mempermudah pemeriksaan dilakukan. Kalau ada laporan kita bisa melakukan penyelidikan, tegasnya. Penyelidikan ini, lanjutnya, akan dilakukan oleh Tim Sipora (Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing). Personilnya, tidak hanya dari pihak imigrasi, juga melibatkan kepolisian. Syaratnya, data yang diberikan harus jelas. Kita (imigrasi) kan punya intelijen, jadi tinggal jalan saja, katanya.
Ketika ditanya, ada oknum yang melakukan sidak untuk memeras, Pak Cecep dengan geram mengatakan, Laporkan sekalian, biar kita sikat, tegasnya.
Namun demikian, Pak Cecep menuturkan upaya menindak advokat terbang tidak bisa dilakukan sendiri oleh Dirjen Imigrasi. Harus ada kerja sama dengan instansi terkait, katanya sambil tersenyum. Pasalnya, imigrasi tidak bisa selalu bertindak aktif untuk mengawasi orang asing. Sementara, saat ini, orang asing bisa masuk dengan menggunakan visa on travel. Akibatnya, imigrasi tidak bisa mengawasi setiap kegiatan orang asing tersebut. Tugas kita kan tidak hanya mengawasi. Imigrasi banyak pekerjaan lain, katanya sambil ngeloyor pergi.
Juni lalu, sejumlah advokat dipimpin Teguh Samudera menyambangi Ditjen AHU Dephukham, meminta agar Pemerintah menindak tegas advokat asing yang menjalankan profesi secara ilegal di Indonesia. Advokat Indonesia banyak yang gerah karena advokat asing yang menjalankan profesi jauh lebih banyak dibanding yang mendapatkan rekomendasi dari Peradi atau izin dari Dephukham.
Globalisasi
Tak semua advokat nasional mengecam kehadiran advokat asing. Menurut Firman Wijaya, seorang advokat yang berkantor di Jakarta, globalisasi meniscayakan kehadiran advokat asing. Gencarnya globalisasi, dimana batas-batas negara semakin kabur dan perusahaan multinasional kian berkembang, advokat asing semakin sulit dibendung.
Perusahaan-perusahaan multinasional belum tentu merasa cocok menggunakan advokat lokal. Bisa saja mereka lebih lebih cocok menggunakan advokat asing, ujarnya. Kehadiran advokat asing, kata Firman, justeru memberi nilai tambah bagi advokat nasional dimana mereka bisa bergaul dalam skala internasional. Yang paling penting adalah bagaimana mengatur secara detail advokat manca negara tersebut.
Meskipun demikian, Firman sepakat dengan langkah tegas pemerintah dan organisasi advokat yang menjalankan praktek di Indonesia dengan cara-cara yang melanggar aturan. Ia berharap agar organisasi advokat bisa memberi peringatan kepada kantor pengacara yang menggunakan jasa advokat asing secara ilegal.




